Monday, October 8, 2007

Gempa Nias dimasa Kolonial

Gempa Nias dimasa Kolonial

Dimasa kolonial, Nias sudah sering mendapat kiriman gempa. Selisih waktu terjadinya gempa yang tidak tentu itu terjadi selang puluhan tahun. seperti yang dicatat Schroeder, Nias 3 kali mengalami gempa dizaman kolonial. Gempa pertama terjadi 5-6 Januari 1843; gempa kedua ditahun 1861; dan ketiga ditahun 1907.[i]

Mengenai gempa pertama, 5-6 Januari 1843, Schroeder mendapat informasi salah satunya dari Dr. Junghuhn. Gempa ini, membuat Gunung Sitoli seperti mendapat getaran-getaran keras pada malam hari. Gempa datang dari arah baarat daya ke timur laut—dari arah samudra Hindia. Arah getaran awalnya teratur, lalu arahnya menjadi tidak jelas. Bisa dibayangkan, Pulau Nias seperti di goyang-goyang. Tentu saja tidak ada orang-orang yang bisa berdiri atau duduk dengan stabil. Gempa bumi ini berlangsung selama 9 menit dengan kekutan yang tidak pernah menurun sama sekali. Tidak diketahui secara pasti berapa kekautan gempa ini dalam hitungan skala richter. Kebanyakan rumah roboh karenanya. Balkon yang berada diatas benteng juga jatuh. Pohon-pohon kelapa dan pohon-pohon lainnya, banyak yang tercerabut dengan akarnya dan terlempar jauh oleh getaran gempa. Gunung Harefa, dekat Gunung-Sitoli, sebagian tanahnya longsor dan masuk jurang. Kerak bumi pecah dan dimana-mana keluar dari celah-celah tanah munculah air yang berlumpur dan berbuih. Sesudah getaran-getaran besar tadi, dari arah laut di tenggara sebuah gelombang besar dan bergulung-gulung jauh diatas dataran pesisir timur pulau Nias—termasuk kota Gunung Sitoli. Gelombang itu mengilas apa saja sampai hilang, rumah, manusia, binatang daan lainnya. Karannya, desa-desa dipesisir pantai hancur total. Kapal-kapal yang dilewati gelombang terlempar ratusan meter. Orang-orang yang ketika getaran buni terasa masih selamat, kini banyak yang hilang bahkan meninggal dihantam gelombang Tsunami itu. Setelah tsunami berlalu, gempa-gempa dengan kekuatan kecil, sering datang tiap dua menit sekali. Hal ini berulang samapai pukul 04.30 dinihari. Bukan berarti tidak ada gempa lagi, tidak lama setelah pukul 04.30 itu juga gempa datang 6 menit. Selama beberapa hari, gempa-gempa dengan kekuatan yang sudah menurun sering menggoyang pulau Nias.[ii]

Gempa Nias terjadi lagi pada 16 Februari 1861 nampaknya terjadi di Nias bagian selatan, sekitar kecamatan Teluk Dalam. Beberapa hari sebelum gempa besar tejadi pada 16 Februari, beberapa kali terjadi gempa-gempa ringan beberapa hari sebelumnya. Gempa besar terjadi pada pukul 18.30 mulailah gempa pertama yang cukup dasyat. Gempa terjadi selama 3 menit dengan getaran yang sangat kuat. Tidak heran bila bnayak serdadu KNIL di garnisun yang ada di Teluk Dalam jatuh tertelungkup. Setelah itu datang lagi 3 kali gempa dengan kekuatan yang tidak terlalu besar. Pukul 18.45 sorenya, gelombang pasang muncul dari arah tenggara. Pukul 19.30 sore itu terlihat bangunan-bangunan habis disapu gelombang besar itu. Konon menurut pemberitaan, tinggi gelombang di Lagundri adalah 7 hasta. Gempa ini mengakibatkan beberapa pos pemerintah kolonial di Lagundri hancur total. Korban jatuh adalah 16 orang serdadu KNIL dan 32 orang dari desa sekitar. Di sebuah garnisun militer, senjata-senjata api, walau tidak hilang karena basah oleh tsunami, tidak lagi bisa dipakai. Penghuni garnisun dan orang-orang pemerintah dari Teluk Dalam bertolak ke Gunung-Sitoli karena tidak lagi memiliki barang Logistik seperti pakaian, makanan juga senjata.

Di Gunung Sitoli, gempa terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan. Arah gempa adalah dari tenggara ke barat daya. Air laut sempat tersedot sekitar 32 hasta ke arah laut. Lalu dengan kecepatan tinggi air datang dari arah laut dan membanjiri daratan. Banyak desa-desa hancur oleh gempa di tahun 1861. Di pusat kota, hanya rumah seorang komandan militer saja yang lolos dari terjangan tsunami itu. Terlihat tanah-tanah yang terbelah oleh gempa. Di Tumula, sebuah kapal terlempar ke daratan. Di Lafau, sesudah gempa, anatara pulau Lafau nyaris terhubung dengan daratan. Di Pantai barat Nias yang berhadapan dengan Samudra Hindia, banyak batu karang yang muncul dipermukaan laut.[iii]

Gempa yang terjadi di 4 Januari 1907 adalah Gempa bumi yang dirasakan sendiri oleh Schroeder yang menjadi pegawai kolonial yang memiliki wewenang penuh atas pulau Nias. Gempa terjadi sekitar pukul 12.00 siang hari. Dengan gerakan ringan dari kerak bumi selama satu setengah menit. Seorang Belanda bernama H. von Arx yang sedang berada di Toyolawa melihat adanya tsunami disebelah barat dan barat daya. Pulau Wunga, disebalah barat laut pulau Nias, harus mengalami benturan hingga pulau ini hancur. Getaran terkeras terjadi pukul 12.50 dan berlangsung sekitar satu menit.setelah gempa besar itu, air laut tersedot jauh sekali dari daratan. Air laut yang berwarna coklat kemudian naik lagi dan mencapai pantai. Hal ini berulang, namun dengan kekuatan yang berbeda dari sebelumnya. Kerusakan terparah gempa ini terjadi di pesisir pantai barat Nias bagian utara. Beberapa semenanjung menjadi gundul karena hantaman gelombang tsunami itu. Gempa ini telah menewaskan ratusan orang di pantai barat bagian utara—sekitar kecamatan Lahewa dan Afulu sekarang ini. Beberapa rumah disini hancur. Teluk Afulu tertimbun pasir laut dan material lain yanjg dibawa gelombang. disini beberapa orang yang ditemukan meninggal, beberapa diantaranya mengenaslkan, dengan kepala yang hancur dan bada yang terpisa-pisah. Di pualu Uma, semua penghuninya lenyap setelah serangan tsunami itu. Daerah Tumula juga tidak luput dari serangan tsunami. Sekelompok perahu nelayan yang kebetulan berada di sisi selatan Sungai Oyo lenyap. Di Lagundri, yang pada gempa sebelumnya adalah daerah terparah, tidak terlalu keras merasakan gempa ini [iv]

Gempa besar terakhir yang terjadi di Nias pada masa kolonial ini tentu saj paling diingat karena Schroeder sebagai orang penting di Nias melakuakan pemotratan kondisi pasca gempa lalu mendokumentasikannya dalam buku yang ditulisnya. Catatan mengenai gempa terakhir pasti lebih banyak. Hingga saat ini pulai Nias masih diganggu gempa.

Gempa di Nias juga membuat penghuni pulau inii untuk berbenah lagi. Kondisi Nias sudah mulai normal beberapa tahun setelahnya. Orang-orang Nias mungkin sudah terbiasa menghadapi gempa. Ketika kekuasaan Hindia Belanda atas Nias hampir, mereka tampak tidak merasakan efek buruk atas gempa yang terjadi tiga dekade sebelumnya. Orang-orang nampak tidak terlalu berkelauh kesah atas gempa yang lebih besar terjadi dibanding sekarang. Gempa yang sering terjadi di pulau Nias membuat kontur dan relief pulau Nias berubah sedemikian rupa seperti juga sekarang. Dimana beberapa tempat di selatan digenangi air laut dan diutara pantai menjadi semakin panjang


[i] Sumber ini berasal dari Pastur Hammerle dengan berdasarkan tulisan E.E.W.Gs Schroder, Nias, Ethnographische, Geographische en Historische Aanteekeningen en Studien, E.J. Brill, Leiden, 1917. h. 632-636: Javasche Courant vom 9 edisi 9 dan 10 Maret 1861: http://www.museum-nias.net/?p=185

[ii] Sebuah desa besar diselatan Gunung-Sitoli bernama Mego (yang dimaksud mungkin desa Migo) juga hancur total. Dibuthkan satu jam jalan kaki untuk mencapainya dari Gunung-Sitoli. Desa ini hingga tahun 1855, masih menyisakan kehancuran sisa gempa 12 tahun sebelumnya. Sisa-sisa gempa itu masih terasa saat itu. E.E.W.Gs Schroder, Nias, Ethnographische, Geographische en Historische Aanteekeningen en Studien, E.J. Brill, Leiden, 1917. h. 632-636: Javasche Courant vom 9 edisi 9 dan 10 Maret 1861: http://www.museum-nias.net/?p=185

[iii] E.E.W.Gs Schroder, Nias, Ethnographische, Geographische en Historische Aanteekeningen en Studien, E.J. Brill, Leiden, 1917. h. 632-636: Javasche Courant vom 9 edisi 9 dan 10 Maret 1861: http://www.museum-nias.net/?p=185

[iv] Dikutip dari E.E.W.Gs Schroder, Nias, Ethnographische, Geographische en Historische Aanteekeningen en Studien, E.J. Brill, Leiden, 1917. h. 632-636: http://www.museum-nias.net/?p=185

No comments:

Blog Archive

Bumi Manusia

Bumi Manusia
Peta Nias